INDONESIA, TUMPAH DARAHKU
Bersatu kita teguh
Bercerai kita jatuh
Duduk dipantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai,
Tampaklah pulau di lautan hijau,
Gunung gemunung bagus rupanya,
Dilingkari air mulia tampaknya:
Tumpah darahku Indonesia namanya.
Lihatlah kelapa melambai-lambai
Berdesir bunyinya sesayup sampai
Tumbuh di pantai bercerai-berai
Memagar daratan aman kelihatan;
Dengarlah ombak datang berlagu
Mengajari bumi ayah dan ibu,
Indonesia namanya, tanah airku.
Tanahku bercerai seberang-menyeberang
Merapung di air malam dan siang
Sebagai telaga dihiasi kiambang,
Sejak malam di hari kelam
Sampai purnama terang benderang;
Di sanalah bangsaku gerangan menompang
Selama berteduh di ‘alam nan lapang.
Tumpah darah Nusa-India
Dalam hatiku selalu mulia
Dijunjung tinggi atas kepala
Semenjak diri lahir ke bumi
Sampai bercerai badan dan nyawa
Karena kita sedarah-sebangsa
Bertanah air di-Indonesia
Bangsa Indonesia bagiku mulia
Terjunjung tinggi pagi dan senja,
Sejak syamsiar di langit nirmala
Sampaikan malam di hari kelam
Penuh berbintang cahaya bulan;
Mengapatah mulai, handai dan taulan,
Badan dan nyawa ia pancarkan.
Selama metari di alam beredar
Bulan dan bintang di langit berkisar
Kepada bangsaku berani berikrar;
Salam awan putih gemawan
Memayungi telaga ombak-ombakan,
Selama itu bangsaku muliawan
Kepada jiwanya kami setiawan.
Ke Indonesia kami setia
Di manakah ia di hatiku lupa,
Jikalau darah di badan dan muka
Berasal gerangan di tanah awal;
Sekiranya selasih batang kemboja
Banyak kulihat ditentang mata
Menutupi mejan ayah dan bunda?
Di batasan lautan penuh gelombang,
Mendekati pantai buih berjuang,
Terberai tanahku gewang-gemewang
Sebagai intan jatuh terberai
Dilingkari kerambil lembai-melambai
Menyanyikan lagu dan indah permai
Di sela ombak memecah ke pantai.
Duduk di pantai tanah permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai,
Tampaklah pulau di lautan hijau
Gunung gemunung bagus rupanya,
Dilingkari air mulia tampaknya:
Tumpah darahku Indonesia namanya.
Memandang ‘alam demikian indahnya
Ditutupi langit dengan awannya
Berbilaikan buih putih rupanya,
Rindulah badan ingin dan rewan,
Terkenangkan negeri dengan bangsanya
Berumah tangga selama-lamanya
Penuh peruntungan berbagai sejarahnya.
Pasundan, 26 Oktober 1928
Kamis, 14 Juli 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar